Minyak kayu putih biasanya didapatkan dari daun pohon melaleuca leucadendron bagian pada sel tumbuhan yang memiliki kemampuan dalam menyimpan minyak kayu putih adalah a. vakuolab. kloroplasc. dinding selâ JawabanB. Kloroplasmaaf kalo salah
Minyakkayu putih sudah seperti pertolongan pertama bagi setiap penyakit yang dialami. Minyak kayu putih merupakan hasil dari pengumpulan uap ranting dan daun segar pohon kayu putih (Melaleuca leucadendra) yang juga di dalamnya terdapat bahan kimia bernama cineole, linalool, dan terpineol yang memberikan sensasi hangat ketika dioleskan pada kulit.
Bagian pada sel tumbuhan yang memiliki kemampuan dalam menyimpan minyak kayu putih adalah vakuola. Vakuola memiliki fungsi dalam proses penyimpanan seperti minyak kayu putih. Pembahasan Sel tumbuhan terdiri dari beberapa bagian yaitu membran sel, dinding sel, plasmodesmata, plastida, vakuola, mitokondria, peroksisom, sitoplasma, badan golgi, nucleus, ribosom, reticulum endoplasma. Membran sel merupakan bagian terluar dari sel yang berfungsi untuk melapisi sel dan mengatur keluar masuknya zat agar seimbang. Dinding sel merupakan sel yang terbuat dari selulosa yang berfungsi menjaga tekanan dalam sel. Plasmodesmata merupakan saluran terbuka pada dinding sel yang berfungsi sebagai penghubung dari protoplas. Plastida merupakan sel berbentuk panjang atau biasa disebut kloroplas sebagai tempat fotosintesis. Vakuola merupakan ruang dalam sel yang berisi cairan. Vakuola memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan minya atsiri seperti minyak kayu putih. Mengatur tekanan osmotic. Penimbunan sisa metabolism seperti getah karet, tannin. Mitokondria merupakan sel tumbuhan yang berfungsi memecah karbohidrat kompleks menjadi sederhana agar dapat digunakan untuk oleh tanaman. Peroksisom merupakan organel sitoplasma yang mengandung enzim oksidatif yang digunakan untuk memecah asam lemak ke bentuk gula sederhana. Sitoplasma merupakan campuran air dan larutan sneyawa organic. Badan golgi merupakan struktur vesikuler yang memiliki fungsi mengeluarkan dan menyimpan hormone serta enzim. Nucleus merupakan organel sel yang menyimpanan komponen genetik dan berfungsi mengkoordinasi metabolism sel seperti pertumbuhan sel. Ribosom merupakan organel yang terdiri dari 40% protein dan 60% RNA yang berfungsi untuk proses sintesis protein. Reticulum endoplasma merupakan penghubung antara inti dan sitoplasma sel yang berfungsi untuk penyimpanan dan pengangkutan glikogen, protein. Semoga membantu, semangat belajar⊠Pelajari lebih lanjut 1. Materi tentang ciri tumbuhan 2. Materi tentang system organ tumbuhan - Detil jawaban Kelas 8 SMP Mapel Biologi Bab struktu dan fungsi jaringan tumbuhan Kode Kata kunci Vakuola, minyak atsirih.
bahwaminyak kayu putih dari jenis Melaleuca leucadendraL. yang berasal dari pulau Jawa memperoleh rendemen tertinggi dengan menggunakan metode distilasi kukus yaitu sebesar 2,5% (Helfiansyah dkk., 2013), dari Kalimantan Tengah memiliki rendemen yang lebih rendah yaitu 0,43% (Widiana dkk., 2015), namun belum
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsISBN 978-602-440-992-0KehutananPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development GoalsEditorM. Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bogor, Desember 2019Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development Goals Penerbit IPB PressJalan Taman Kencana No. 3,Kota Bogor - MindawatiTotok Kartono WaluyoEditorM. Hesti Lestari TataPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk MendukungBunga RampaiSustainable Development Goals Judul BukuBunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development GoalsTim PenyusunHesti Lestari Tata, Merryana Kiding Allo, Aswandi, Cut Rizlani Kholibrina, Imam Muslimin, Agus Kurniawan, Kusdi, Syaiful Islam, Antun Puspanti, Septina Asih Widuri, Noorcahyati, Yusub Wibisono, Mardi T. Rengku, Retno Agustarini, Yetti Heryati, Michael Daru Enggar Wiratmoko, Avry Pribadi, Andika Silva Y., Syasri Janetta, Ramiduk Nainggolan, Lolia Shanti, Rozy Hardinasty, Nurhaeda Muin, Nur Hayati, Wahyudi Isnan, Zainuddin, Lincah Andadari, Asmanah Widarti, Andrian Fernandes, Rizki Maharani, Gusmailina, Gustan Pari, Sri Komarayati, Nur Adi SaputraReviewerNina Mindawati Totok Kartono WaluyoEditorDr. Hesti Lestari Tata, SSi. Sampul & Penata IsiMakhbub Khoirul Fahmi Jumlah Halaman 246 + 22 halaman romawiEdisi/CetakanCetakan 1, Desember 2019PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIJalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail 978-602-440-993-7Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan© 2019, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Kata PengantarPuji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan karunia-Nya sehingga buku bunga rampai âPengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Mendukung Sustainable Development Goalsâ ini dapat ini merupakan persembahan dan hasil karya para Peneliti Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang terlibat dalam kegiatan Rencana Penelitian dan Pengembangan RPPIg Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK, selama tiga tahun mulai dari tahun 2017-2019. Kegiatan RPPI pengembangan HHBK merupakan upaya pencapaian target Rencana Strategis KLHK dan lebih jauh berkontribusi dalam pencapaian target tujuan pembangunan berkelanjutan sustainable development goals, SDG. Pengelolaan HHBK secara lestari akan mendukung 7 target dari 17 target SDGs yang sudah dicanangkan akan tercapai pada tahun 2030. Pengembangan HHBK memerlukan koordinasi dan integrasi berbagai sektor dan para pihak mulai dari hulu di penyediaan bahan baku, hingga ke bagian hilir, pada proses produksi dan industry. Selain dukungan pendanaan dan kebijakan yang kondusif. Buku ini membahas sebagian komponen dalam pengembangan dan pengelolaan beberapa komoditas HHBK, yaitu meliputi aspek teknologi budidaya untuk menyediaan bahan baku, aspek lingkungan, manusia dan manajemennya, serta aspek diversiîkasi produk HHBK. Semua aspek yang dibahas dalam buku ini memiliki relevansinya terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG.Kami menyadari buku bunga rampai ini masih banyak kekurangannya. Tetapi kami berharap buku ini dapat menjadi landasan bagi berbagai pihak yang berminat mengelaborasi praktik-praktik terbaik dalam pengembangan HHBK di Indonesia. Besar harapan kami agar buku bunga rampai ini bisa menjadi referensi, lesson learned, dan alat penyadartahuan terkait pengembangan dan pengelolaan kasih kami ucapkan kepada para penulis yang telah berkontribusi dalam buku bunga rampai ini, Peer Review, Tim Editor, Tim Sekretariat, dan pihak Penerbit, yang telah membantu penyusunan buku bunga rampai ini. Semoga buku Bunga Rampai ini Desember 2019Kepala Pusat Penelitian & Pengembangan HutanDr. Ir. Kirsîanti Linda Ginoga, BAB 6BUDIDAYA TANAMAN KAYU PUTIH Melaleuca cajuputi Subs. Cajuputi UNGGUL F1 DI KHDTK KEMAMPO, SUMATERA SELATANImam Muslimin, Agus Kurniawan, Kusdi, Syaiful IslamBalai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan BP2LHK Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Puntikayu Palembang Imam_balittaman Tanaman kayu putih Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi merupakan salah satu jenis tanaman asli Indonesia yang umumnya terdapat di daerah Indonesia Bagian Timur. Tanaman ini menghasilkan produksi hasil hutan bukan kayu berupa minyak kayu putih yang didapatkan dari proses penyulingan daun melalui prinsip destilasi. Minyak kayu putih umumnya digunakan sebagai bahan baku obat-obatan yang sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat akan minyak kayu putih di dalam negeri diperkirakan sebesar ton minyak kayu putih untuk setiap tahunnya. Di lain pihak, kemampuan produksi minyak kayu putih Indonesia sekitar 450 ton setiap tahunnya, dimana produksi tersebut berasal dari hektar areal tanaman kayu putih yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dan informasi tersebut, maka diperkirakan setiap tahun terdapat deîsit pasokan kebutuhan minyak 100Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goalskayu putih sekitar ton Kartikawati dan Rimbawanto, 2012. Adanya kekurangan pasokan akan kebutuhan kayu putih di sisi yang lain merupakan peluang untuk dilakukannya pengembangan pembangunan hutan tanaman dan pembangunan industri minyak kayu putih di kongkrit sebagai salah satu upaya untuk peningkatan produksi minyak kayu putih adalah dilakukannya kegiatan penelitian pemuliaan pohon kayu putih untuk mendapatkan benih unggul. Salah satu benih unggul kayu putih yang telah dihasilkan adalah benih unggul kayu putih F1 hasil dari B2P2BPTH Yogyakarta. Keunggulan dari benih kayu putih yang dihasilkan adalah terletak pada potensi produksi daun, nilai rendemen dan kandungan sineol. Benih unggul kayu putih F1 Yogyakarta mampu menghasilkan 3-5 kg daun, mempunyai rendemen rata-rata 2% dan kandungan sineol sebesar 65% Kartikawati, 2017. Penggunaan benih unggul mempunyai produksi yang sangat besar bilamana dibandingkan dengan benih biasa yang umumnya menghasilkan 1kg daun, rendemen 0,5-1% serta kandungan sineol 200 mm/bulan termasuk bulan basah. Kecepatan angin tergolong rendah, yaitu antara 2,250 - 3,921 km/jam dan rata-rata 2,529 km/jam. Arah angin dominan adalah angin tenggara yaitu angin yang bertiup dari tenggara ke arah Barat Laut dengan frekuensi 54,20% dan kecepatan sekitar 2,5-3,5 km/jam. Arah angin dominan kedua adalah dari Barat Laut dengan frekuensi sebesar 39,30% dan kecepatan sekitar 2,5-3,5 km/jam. Selebihnya adalah arah angin timur dengan frekuensi hanya 6,60% dengan kecepatan 60 %, kelas mutu utama dengan kadar sineol 55-60 % dan kelas mutu pertama dengan kadar sineol 50-<55 %. Analisis kualitas minyak kayu putih hasil dari penyulingan daun tanaman kayu putih umur 1 tahun di KHDTK Kemampo menghasilkan kadar 1,8 cineole sebesar 72,3% Muslimin et al., 2017 dan termasuk dalam kelas kualitas mutu super. Pengembangan budidaya jenis tanaman kayu putih mempunyai prospek yang sangat baik. Pengembangan budidaya dilakukan pada daerah-daerah di luar pulau Jawa yang memang mempunyai luasan lahan terlantar yang sangat besar. Ujicoba budidaya penanaman kayu putih di luar sebaran alaminya 118Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goalsdengan menggunakan benih unggul F1 dilakukan di KHDTK Kemampo Banyuasin, Sumatera Selatan. Ujicoba penanaman ini menghasilkan nilai rendemen yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sumber benihnya Paliyan, Gunung Kidul, namun mempunyai kandungan 1,8 cineole yang sangat baik dan termasuk dalam kelas kualitas super. Data dan informasi ini menunjukkan bahwasanya upaya pengembangan budidaya jenis kayu putih di luar Pulau jawa pada umumnya dan pengembangannya di Pulau Sumatera pada khususnya layak untuk dikembangkan karen memang mampu menghasilkan kualitas mutu minyak kayu putih yang sudah sesuai dengan SNI. Daftar PustakaBozzano, M., Jalonen, R., îomas, E., Boshier, D., Gallo, L., Cavers, S., BordĂĄcs, S., Smith, P. & Loo, J., eds. 2014 Genetic considerations in ecosystem restoration using native tree species. State of the Worldâs Forest Genetic Resources â îematic Study. Rome FAO and Bioversity InternationalBudiadi, Hiroaki, I., Sigit, S., Yoichi, K. 2005 Variation in Kayu Putih Melaleuca leucadendron Linn oil quality under diîerent farming system in Java, Indonesia. Eurasian Journal Forest Research. 8115-20. Balittaman & Unsri 2002 Desain engineering wanariset Kemampo. Laporan hasil Kegiatan kerjasama Balittaman dan Unsri. Kementerian Kehutanan. Tidak dipublikasikan. Cikya 2017 Identiîkasi gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI Palembang. Tidak dipublikasikan. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Hutan 2012 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2012. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Kementerian Kehutanan. 119Bab 6 Budidaya Tanaman Kayu Putih Melaleuca cajuputi subs. cajuputi Unggul F1 di KHDTK Kemampo, Sumatera SelatanDoran, Baker, Murtagh, Southwell, 1997 Improving tea tree yield and quality through breeding and selection. RIRDC Research paper series No. 97/53. https // rirdc. Diakses tanggal 27 Pebruari 2019. Haroen, W. K. 2016 Diversiîkasi serat pulp untuk produk inovatif. Journal of Lignocellulose Technology. 1 C., Chantaranothai, P., Thammathaworn, A. 2007 Contribution to the leaf anatomy and taxonomy of thai Myrtaceae. The Natural History of Chulalongkorn University. 7135-45. Kartikawati, N. K. 2017 Minyak Kayu Putih Peningkatan Mutu Genetik Tanaman Kayu putih. Yogyakarta Kaliwangi. Khalil, M. I., Mahaneem, M., Jamalullail, S. M. S., alam, N., Sulaiman, S. A. 2011 Evaluation of radical scavenging activity and colour intensity of nine Malaysian Honeys of Diîerent origin. Journal of ApiProduct and ApiMedical Science. 314-11. DOI. J. H., Liu, K. H., Yoon, Y., Sornnuwat, Y., Kitirattrakarn, T., Anantachoke, C. 2005 Essential leaf oils from Melaleuca cajuputi. Proc. WOCMAP III. Vol. 6 Traditional Medicine Nutraceuticals. Acta Hort. Kodir, A., Hartono, D. M., Mansur, I. 2016 Cajuput in ex-coal mining land to support sustainable development. International Journal of Engineering Research & Technology IJERT. 59357-361. S. N., Majid, N. M., Shazili, N. A. M., Abdu, A. 2013 Growth performance, biomass and phytoextraction eîciency of Acacia mangium and Melaleuca cajuputi in remediating heavy metal contaminated soil. American Journal of Environmental Science. 94310-316. DOI. 10. 3844/ 120Bunga Rampai Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development GoalsMuslimin, I., Kurniawan, A., Kusdi, Syaiful, I. 2019. Pengembangan tanaman unggulan hasil pemuliaan di KHDTK. Laporan hasil penelitian. Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Tidak I., Kurniawan, A., Sagala, N., Kusdi. 2017 Pengembangan tanaman unggulan hasil pemuliaan di KHDTK. Laporan hasil penelitian. Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Tidak T. 1997 Peatswamp forest rehabilitation study in îailand. îe 6th annual international workshop of BIO-Refor. December 2-5, 1997. Brisbane. Australia. Osaki, M., Watanabe, T., Ishizawa, T., Nilnond, C., Nuyim, T., Sittibush, C., Tadano, T. 1998 Nutritional characteristics in leaves of native plants grown in acid sulfate, peat, sandy podzolic, and saline soils distributed in Peninsular îailand. Plant & Soil, 2012175-182. Perhutani 2016 Toko Perhutani Minyak kayu putih. Diakses tanggal 8 Maret 2019. Rimbawanto, A. 2017 Minyak Kayu Putih Seluk Beluk Tanaman Kayu Putih. Yogyakarta Kaliwangi. Rimbawanto, A. 2017b Minyak Kayu Putih Budidaya Tanaman Kayu Putih. Yogyakarta Kaliwangi. Salim, J. M., Husni, U., Junaidi, N. H. A.,Lammu, R., Salam, M. R. 2013 Natural vegetation of BRIS soil ecosystem on coastal dune of Terengganu. Seminar Kebangsaan Pemuliharaan Hutan Pesisir Pantai Negara, 11â13 Jun 2013, Universiti Malaysia Terengganu, Kuala Terengganu. 121Bab 6 Budidaya Tanaman Kayu Putih Melaleuca cajuputi subs. cajuputi Unggul F1 di KHDTK Kemampo, Sumatera SelatanSudaryono 2010 Evaluasi kesesuaian lahan tanaman kayu putih Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Jurnal Teknologi Lingkungan. 111105 P., Eang P., Tann S. & Chakraborty, I. 2017 Carbon stock of peat soils in mangrove forest in Peam Krasaop Wildlife Sanctuary, Koh Kong Province, southwestern Cambodia. Cambodian Journal of Natural History, 2017, 55â N. Q. 2009 Melaleuca Timber. German Deutsche Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH. Weiss, 1997 Melaleuca cajuputi, pp. 311-314. In Weiss, ed., Essential Oil Crops. Wallingford, Oxon, CAB International. ... Ini diperoleh dari proses penyulingan daun menggunakan prinsip penyulingan. Minyak kayu putih pada umumnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan yang sudah lama dimanfaatkan masyarakat Indonesia Muslimin et al., 2019. Selain di Indonesia bagian timur, pohon kayu putih merupakan pohon pionir sebagai reboisasi lahan yang pertama kali di tanam di Pulau Jawa pada tahun 1924. ...... Kebutuhan minyak kayu putih masih sangat besar untuk dalam negeri dan diperkirakan mencapai ton setiap tahunnya. Di sisi lain, dengan area produksi seluas hektare di seluruh Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 450 ton per tahun Muslimin et al., 2019. Kekurangan bahan baku kayu putih merupakan peluang sekaligus ancaman terutama bagi petani pengelola tanaman kayu putih karena menjadi peluang untuk mengimpor bahan baku antara lain jenis Eucalyptus yang antara lain banyak terdapat di Australia dan Cina. ...Industri minyak kayu putih di Indonesia yang dominan berbahan baku daun tanaman Melaleuca cajuputi secara umum masih memerlukan perbaikan kinerja antara lain kinerja proses penyulingan untuk meningkatkan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan. Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk melakukan pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan mitra dalam untuk meningkatkan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih minyak kayu putih yang dilakukan. Tahapan kegiatan terdiri dua tahapan sebagai yaitu 1 pengamatan terhadap keseluruhan proses penyulingan minyak kayu putih mulai dari bahan baku yang digunakan daun kayu putih, perlakuan pendahuluan bahan baku sebelum dilakukan proses penyulingan, dan proses penyulingan yang dilakukan, dan 2 penyuluhan dan pendampingan terhadap mitra tentang usul upaya peningkatan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih. Berdasarkan hasil pengabdian pada masyarakat yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja proses penyulingan minyak kayu putih memerlukan perlakuan pendahuluan terhadap daun kayu putih yang digunakan dan kinerjanya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia tanaman kayu putih yang digunakan sebagai sumber bahan litt le is known about peatlands in Cambodia. The peatland in Peam Krasaop Wildlife Sanctuary PKWS, Koh Kong Province, was discovered in 2014 and covers 4,976 ha including 38 ha outside the sanctuary in a coastal mangrove forest. In addition to their functions as habitats and maintaining water quality, peatlands are signifi cant carbon sinks and therefore play important roles in mitigating climate change. Determining the size of the carbon stock in peat in PKWS is consequently valuable for understanding the sequestration capacity of Cambodian peatlands. We estimated the amount of carbon stock of peat soils in the mangrove forest of the sanctuary. Peat cores were collected and analysed. The carbon content of the peat was between and and its bulk density was g/cm 3. Based on our work and previous studies, the average depth of the peat layer is 110 cm and the total peat volume is about Ă 107 m 3. We consequently estimate that approximately Ă 10 6 Mg of carbon is stored in the peatlands of metals are very toxic and soil contaminated with sewage sludge urgently need remediation in order to avoid related health hazards. Phytoremediation is a low cost and reliable technique to remediate heavy metal contamination. However phytoremediation using timber species was rarely reported and its efficiency was questionable. A field study was conducted to examine the efficiency of two timber species namely Acacia mangium and Melaleuca cajuputi in phytoextraction of Zn, Cu and Cd from contaminated soil. Two hundred of A. mangium and M. cajuputi were planted on sewage sludge disposal site and the growth was recorded for 12 months before at the end total biomass of each species was determined. Results show in 12 months, about 72 and 4 t ha-1 of aboveground biomass can be produced by A. mangium and M. cajuputi, respectively. Both species show potential for phytoremediation, however A. mangium is more efficient compared to M. cajuputi where efficiency of A. mangium to remove Zn was for Cu and for Cd. As for M. cajuputi the efficiency was and for Zn, Cu and Cd, respectively. It is projected that A. mangium require 5, 17 and 20 years to remove kg ha-1 of Zn, kg ha-1 of Cu and kg ha-1 of Cd, is renewed interest in the use of native tree species in ecosystem restoration for their biodiversity benefits. Growing native tree species in production systems plantation forests and subsistence agriculture can also ensure landscape functionality and support for human livelihoods. Achieving full benefits, however, requires consideration of genetic aspects that are often neglected, such as suitability of germplasm to the site, quality and quantity of the genetic pool used and regeneration potential. Understanding the extent and nature of gene flow across fragmented agro-ecosystems is also crucial to successful ecosystem restoration. This study, prepared within the ambit of The State of the Worldâs Forest Genetic Resources, reviews the role of genetic considerations in a wide range of ecosystem restoration activities involving trees. It evaluates how different approaches take, or could take, genetic aspects into account, thereby leading to the identification and selection of the most appropriate methods. The publication includes a review and syntheses of experience and results; an analysis of successes and failures in various systems; and definitions of best practices including genetic aspects. It also identifies knowledge gaps and needs for further research and development efforts. Its findings, drawn from a range of approaches, help to clarify the role of genetic diversity and will contribute to future developments. Available for download at Ridges Interspersed with Swales' BRIS soil dominates coastal dune of Terengganu. This soil formation is characterized by oligotrophic soil condition with harsh physical environments. Three distinct natural vegetation formations on BRIS soil ecosystem were elaborated. Lowland mixed dipterocarp forest strictly in Jambu Bongkok Forest Reserve has low regeneration potential by having small number of large trees, but high number of saplings and seedlings. Melaleuca swamp is dominated by Melaleuca cajuputi. Associated with the swamp are endemic submerged Cyperaceae, Websteria confervoides and carnivorous plants of Nepenthes, Utricularia and Drosera burmannii. Heath vegetation is characterized by lower stature vegetation, forming a vegetation clumps determined by clumping soil resources availability nutrients and water. Overall, BRIS soils ecosystem of Terengganu supports low diversity but well adapted vegetations due to its soil conditions and physical settings. In situ conservation of this ecosystem for ecological research and genetic resources is worth given attention considering continuous threats from fragmentation and degradation. ABSTRAK Tanah 'Beach Ridges Interspersed with Swales' atau singkatannya BRIS mendominasi tanah persekitaran pantai Terengganu. Bentukan tanah ini dicirikan oleh tanah oligotrofik dengan persekitaran fizikal melampau. Tiga bentukan vegetasi semulajadi ketara ekosistem tanah BRIS dihuraikan. Hutan dipterokap tanah rendah terhad di Hutan Simpan Jambu Bongkok mempunyai keupayaan regenerasi yang rendah dengan bilangan pokok dewasa yang rendah berbanding dengan bilangan anak benih dan anak pokok. Paya gelam dikuasai oleh spesis Melaleuca cajuputi. Tumbuhan bersekutu dengan paya gelam terdiri daripada Rusiga Cyperaceae endemik tenggelam, Websteria confervoides dan tumbuhan karnivor Nepenthes, Utricularia and Drosera burmannii. Vegetasi 'heath' atau kerangas dicirikan oleh vegetasi rendah yang membentuk kelompok vegetasi yang ditentukan oleh kebolehdapatan sumber tanah nutrien dan air yang berkelompok. Konservasi in situ ekosistem ini untuk kajian ekologi dan sumber genetik adalah wajar memandangkan ancaman berterusan yang dihadapi oleh ekosistem ini yang berpunca daripada fragmentasi dan degradasi lands face the problems of acidic soil conditions, a lack of top soil, and an excess of surface rocks, which result in less fertile soil. Under these conditions, plants must adapt to grow well in soil that is acidic and less fertile. To counteract these harsh conditions for plant growth, the use of cajuput Melaleuca cajuputi in the land formerly mined by PT Bukit Asam is tested. This study aims to determine the growth, leaf production, oil quality and economic potential of cajuput. This study finds that cajuput is suitable to be developed in ex-mining areas with acidic, less fertile soil conditions; is resistant to puddling if it is planted in a garden pattern; and can be H. KimK H Liu YoonChoojit AnantachokeHydrodistillation of cajuput Melaleuca cajuputi leaves collected from 6 sites in Narathiwat gave different yields of cajuput oils. The maximum oil yield was obtained from leaves from Ban Koke Kuwae, Thambon Kosit, and Amphur Tak Bai. The oil yields from leaf samples of other sites were from Ban Pha Ye and Thambon Sungai Padi in Amphur Sungai Padi; from Ban Lubosama, and Thambon Pasemat, in Amphur Sungai Kolok; from Ban Tha Se, and Thambon Kosit, in Amphur Tak Bai; from Ban Mai, and Thambon Sungai Padi, in Amphur Sungai Padi; and from Ban Toh Daeng, and Thambon Phuyoh, in Amphur Sungai Kolok. Cajuput oil densities from the 2 sites of Amphur Sungai Kolok and from Ban Mai, Thambon Sungai Padi, Amphur Sungai Padi were almost the same, but higher than others. Although major components were not different, the minor components varied in terms of both structure and proportion. The major compositions of both cajuput oils from Ban Toh Daeng, Thambon Phuyoh, and Amphur Sungai Kolok consisted of monoterpenes and sesquiterpenes, and the rest were hydrocarbons and a diterpene. Other cajuput oils obtained composed mainly of monoterpenes more than 62%, sesquiterpenes, hydrocarbons and some unknown compounds respectively. There was no diterpene present in these oils. Since cajuput oil was locally used as insecticide, termicidal activities of all oils were also sulfate soils, peat soils, sandy podzolic, and saline soils are widely distributed in Peninsular Thailand. Native plants adapted to such problem soils have grown well, and showed no symptom of mineral deficiency or toxicity. Dominant plants growing in low pH soils acid sulfate and peat were Melastoma marabathricum and Melaleuca cajuputi. Since M. marabathricum accumulated a huge amount of aluminum Al in leaves, especially in new growing leaves, it can be designated an Al accumulator plant. While M. cajuputi did not accumulate Al in shoot, it can be designated an Al excluder plant. Both plant species adapted well to low pH soils, though a different strategy was used for Al. On the other hand, in acid sulfate and peat soils, M. cajuputi, Panicum repens, Cyperus haspan, and Ischaemum aristatum accumulated large amounts of Na in the leaves or shoots, even in soil with low exchangeable Na concentration. Thus, when growing in the presence of high Al and Na concentration in soils, plant species have developed two opposite strategies 1 Al or Na accumulation in the leaf and 2 Al or Na exclusion from the leaf. Al concentration in leaves had a negative relationship with the other mineral nutrients except for N and Mn, and Na concentration in leaves also had a negative relationship with P, Zn, Mn, Cu, and Al. Consequently, Al and Na accumulator plants are characterized by their exclusion of other minerals from their gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI PalembangCikyaCikya 2017 Identifikasi gulma di bawah tegakan kayu putih di KHDTK Kemampo. Laporan hasil praktek mahasiswa PGRI. Fakultas Biologi Universitas PGRI Palembang. Tidak tea tree yield and quality through breeding and selectionJ C DoranG R BakerG J MurtaghI A SouthwellDoran, Baker, Murtagh, Southwell, 1997 Improving tea tree yield and quality through breeding and selection. RIRDC Research paper series No. 97/53. https // rirdc. Diakses tanggal 27 Pebruari 2019.
Merangkumdari perbedaan minyak telon & minyak kayu putih: 1.Komposisi. Minyak kayu putih dibuat dari tanaman kayu putih, yaitu pohon jenis melaleuca leucadendra atau melaleuca cajuputi. Bagian pohon yang digunakan adalah daun dan rantingnya yang kemudian disuling. sedangkan minyak telon bahan dasarnya dari tiga campuran bahan
The Acute Respiratory Infections ARIs is a disease which commonly infects children. Based on Indonesian basic health research 2013, the national and Buru Island's period prevalence of ARIs were 25% and 24,8%. The other side, cajuput oil has been traditionally used to reduce respiratory tract disorders and infections. This research used the ethnographic approach with observation participation and direct communication in data collected. The results showed a high number in ARIs cases in Buru Island area were affected by many factors, some of them were the lack of Clean and Healthy Behaviour PHBS and had a little faith in health services, especially for people who live in the mountain area. It was caused of minimum intervention from public health services. This research showed the Cajuput oil was potentially used as an alternative prevention of ARIs in Buru Island by inhalation method. The main content of Melaleuca leucadendra Linn had benefit to be mucolytics, bronchodilator, anti-inflammation and antitussive. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pemanfaatan Minyak Kayu Putih...Zulfa Auliyati, dkk 120 Pemanfaatan Minyak Kayu Putih Melaleuca leucadendra Linn sebagai Alternatif Pencegahan ISPA Studi Etnografi di Pulau Buru The Use of Cajuput Oil Melaleuca leucadendra Linn as an Alternative Prevention for Acute Respiratory Infections ARIs Cases An Ethnographic Study in Buru Island Zulfa Auliyati Agustina*, Suharmiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Surabaya, Indonesia E-mail zoelauliya Diterima 31 Oktober 2016 Direvisi 12 Juni 2017 Disetujui 28 Juli 2017 Abstrak Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2013 mencatat angka period prevalence ISPA Nasional dan Pulau Buru masing-masing 25% dan 24,8%. Minyak kayu putih secara tradisional digunakan untuk mengurangi gangguan saluran pernafasan dan mengobati infeksi. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan teknik pengumpulan data berupa observasi partisipasi serta komunikasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan tingginya kasus ISPA di wilayah Pulau Buru dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS yang buruk dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih cukup minim, terutama yang tinggal di pegunungan. Kondisi tersebut dikarenakan minimnya intervensi dari sarana pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil alam Pulau Buru dari olahan daun Melaleuca leucadendra Linn berupa minyak kayu putih berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif pencegahan ISPA di Pulau Buru dengan metode inhalasi. Kandungan utama dari tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai pengencer dahak, melegakan saluran pernafasan, anti inflamasi dan penekan batuk Kata kunci Minyak kayu putih; Obat tradisional; ISPA Abstract The Acute Respiratory Infections ARIs is a disease which commonly infects children. Based on Indonesian basic health research 2013, the national and Buru Island's period prevalence of ARIs were 25% and 24,8%. The other side, cajuput oil has been traditionally used to reduce respiratory tract disorders and infections. This research used the ethnographic approach with observation participation and direct communication in data collected. The results showed a high number in ARIs cases in Buru Island area were affected by many factors, some of them were the lack of Clean and Healthy Behaviour PHBS and had a little faith in health services, especially for people who live in the mountain area. It was caused of minimum intervention from public health services. This research showed the Cajuput oil was potentially used as an alternative prevention of ARIs in Buru Island by inhalation method. The main content of Melaleuca leucadendra Linn had benefit to be mucolytics, bronchodilator, anti-inflammation and antitussive. Keywords Cajuput Oil; Traditional drug; Acute Respiratory Infections Artikel Riset DOI Jurnal Kefarmasian Indonesia 2017120-126 p-ISSN 2085-675X e-ISSN 2354-8770 Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;72120-126 121 PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insiden kejadian ISPA pada kelompok umur balita diperkirakan 0,29 kasus per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 kasus per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta kasus ISPA baru di dunia per tahun dan 96,7% terjadi di negara berkembang. Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta, China 21 juta dan Pakistan 10 juta serta Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing 6 juta kasus. Dari semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-13% merupakan kasus berat dan memerlukan perawatan di rumah Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan, dan Streptococcus pneumonia merupakan penyebab paling umum kasus pneumonia di banyak negara. Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus-bakteri. Cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet tetapi penularan melalui kontak termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi yang tidak sengaja dan aerosol pernapasan yang infeksius dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk sebagian agen Pulau Buru merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan peraturan presiden No. 131 tahun 2015. Akses masyarakat kepada sarana pelayanan kesehatan yang cukup sulit dengan pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS yang buruk merupakan faktor risiko masih tingginya angka kejadian penyakit menular terutama ISPA di wilayah tersebut. Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2013 tercatat angka period prevalence ISPA nasional tahun 2013 sebesar 25%, pada provinsi Maluku adalah sebesar 24,9%.3 Data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Tahun 2012 dan Profil Puskesmas Kecamatan Waelo Tahun 2013 menunjukkan bahwa ISPA menempati urutan kedua pada sepuluh penyakit Di berbagai daerah, kasus ISPA banyak terjadi pada anak-anak karena berbagai faktor risiko yang dapat menjadi pemicu. Pengendalian ISPA di Indonesia dimulai pada tahun 1984 bersamaan dengan dimulainya pengendalian ISPA di tingkat global oleh WHO. Saat ini salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian juga adalah penyakit influenza karena dapat menimbulkan wabah sesuai dengan Permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Menyuling daun kayu putih Melaleuca leucadendra Linn merupakan mata pencaharian umumnya masyarakat di Pulau Buru. Hasil penyulingan minyak kayu putih sebanyak 215,5 ton pada tahun 2014 menjadikan Pulau Buru menjadi salah satu penghasil utama minyak kayu putih di Minyak atsiri dari Eucalyptus sp. dengan komponen utama 1,8-cineole secara empiris telah lama digunakan untuk mengobati infeksi dan gangguan pada saluran pernafasan, serta inhalasi dari derivat Eucalyptus digunakan untuk mengobati faringitis, bronkitis, sinusitis, asma dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD.7,8 Penelitian terkait penggunaan minyak kayu putih di pulau Buru untuk mengurangi ISPA belum banyak dilakukan. Masyarakat menyimpan sedikit hasil sulingan minyak kayu putih untuk digunakan sendiri dan lebih banyak menjual hasil produksi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Oleh karena itu artikel ini bertujuan untuk mendapatkan cara alternatif pencegahan kejadian ISPA dengan memanfaatkan minyak kayu putih hasil alam Pulau Buru. METODE Penelitian ini menggunakan metode etnografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi partisipasi Pemanfaatan Minyak Kayu Putih...Zulfa Auliyati, dkk 122 atau pengamatan terlibat serta komunikasi langsung yaitu dengan melakukan peninjauan atau penelitian lapangan. Peneliti melakukan pengamatan terhadap lokasi dan kondisi geografis dan melakukan wawancara dengan tetua adat serta masyarakat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli tahun 2014 di pulau Buru tepatnya pada etnik Buru yang tinggal di Desa Nafrua, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder dari buku-buku dan data kesehatan masyarakat. Data yang dianalisis merupakan bagian dari hasil Riset Etnografi Kesehatan yang dilakukan oleh Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Potret kesehatan Pulau Buru Hasil wawancara dan observasi lapangan menunjukkan adanya faktor risiko yang menjadi pemicu masih tingginya kasus ISPA yaitu buruknya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Pernyataan tersebut disampaikan oleh salah seorang informan âLatar belakang pendidikan rata-rata masyarakat disini masih sangat rendah, rata-rata masyarakat itu tidak memiliki latar pendidikan dasar yang cukup..â[Pak KD]. Keberadaan air bersih yang cukup jauh mengakibatkan masyarakat harus menghemat air hanya untuk kebutuhan makan dan minum. Keperluan untuk mencuci tangan, masyarakat tidak menggunakan sabun dan hanya menyisihkan satu ember air yang digunakan berulang kali. Selain itu, kebiasaan merokok para orang tua yang masih sangat sulit untuk dihilangkan serta rendahnya asupan gizi pada balita di Pulau Buru. Pernyataan tersebut disampaikan oleh salah seorang informan Pulau Buru âIya merokok, karna sudah biasa merokok dari belum nikah...kalau mau merokok ya merokok saja seng hiraukan anak kecilâ [Ibu L] âDi sini tidak di beri makan sayur hanya papeda dan air garam, tetapi di sini kita tidak memperbiasakan anak kita menggunakan garam, jadi hanya di beri air putih.â [Ibu L] Data period prevalence ISPA di provinsi Maluku berdasarkan rentang umur, kelompok berisiko ISPA adalah anak-anak pada rentang umur 1 â 14 tahun dan lanjut usia pada rentang usia >55 tahun. Kasus ISPA pada kelompok laki-laki dengan rentang usia 15 â 55 tahun menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding kelompok perempuan dengan rentang usia lain seperti pada Tabel 1. Akses masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan Identifikasi masalah terkait akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa masyarakat di Kecamatan Waelo dapat dilihat pada Tabel 2. Frekuensi masyarakat yang jarang berobat dikarenakan topografi Kabupaten Buru didominasi oleh kawasan pegunungan dengan elevasi rendah berlereng agak curam dengan kemiringan lereng kurang dari 40 % yang meliputi luas 15,43 % dari keseluruhan luas wilayah daerah ini. Jenis lereng lain yang mendominasi adalah elevasi rendah berlereng bergelombang serta agak curam dan elevasi sedang berlereng bergelombang dan agak curam dengan penyebaran lereng di bagian utara dan barat rata-rata berlereng curam. Sedangkan di bagian timur terutama di sekitar Sungai Waeapo merupakan daerah elevasi rendah dengan jenis lereng landai sampai agak Topografi alam yang sulit dan transportasi umum yang belum tersedia menyebabkan masyarakat kesulitan untuk menjangkau fasilitas kesehatan untuk Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;72120-126 123 berobat. Di sisi lain, pemerintah telah meningkatkan jumlah puskesmas rawat inap sehingga jumlah puskesmas di Kabupaten Buru pada tahun 2014 sebanyak 10 unitdan puskesmas pembantu sebanyak 43 Maryani dan Suharmiati 2013 menjelaskan bahwa kunjungan masyarakat terutama yang jauh dari wilayah puskesmas sangat dipengaruhi oleh transportasi umum yang tersedia pada hari pasar. Keberadaan dukun masih menjadi pilihan pertama jika mendapat masalah Zulkipli dalam Ariningrum dan Soekoco 2012 menyatakan bahwa secara umum permasalahan yang dihadapi oleh Komunitas Adat Terpencil di Indonesia adalah kurangnya aksesibilitas terhadap fasilitas publik yang memungkinkan mereka untuk melakukan transformasi hidup kearah yang lebih baik. Masalah utama pelayanan kesehatan di daerah terpencil selain akses adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia SDM maupun sarana dan prasarana. Pemenuhan SDM dan peralatan, baik kuantitas maupun kualitas sangat diperlukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan dalam jangka pendek. Selain itu, untuk jangka panjang perlu diperhatikan mengenai pengembangan fungsi posyandu dan polindes, serta penanganan kasus rujukan. Selain untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia untuk tujuan jangka pendek, perawatan kesehatan harus memperhatikan program posyandu dan kegiatan lainnya yang Tabel 1. Period prevalence ISPA, pneumonia, pneumonia balita dan prevalensi pneumonia, Maluku 2013 Period prevalence Pneumonia Sumber Kementerian Kesehatan, 2013 D Diagnosa DG Diagnosa dan Gejala Tabel 2. Identifikasi masalah terhadap sarana pelayanan kesehatan di Kecamatan Waelo tahun 2014 Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih cukup minim, terutama masyarakat yang tinggal di pegunungan a. Minimnya intervensi dari pelayanan kesehatan ke daerah tersebut b. Penempatan tenaga kesehatan yang belum merata hanya di pusat kota Pelayanan Puskesmas keliling tidak dapat terlaksana dengan baik Wilayah kerja yang luas dengan kontur geografis yang cukup sulit Masyarakat jarang berobat ke Puskesmas ketika sakit Jarak Puskesmas dan tempat tinggal cukup jauh dan tidak terdapat sarana transportasi umum Pemanfaatan Minyak Kayu Putih...Zulfa Auliyati, dkk 124 Rekomendasi WHO tahun 2010 khususnya menyebutkan bahwa pening-katan akses akan layanan kesehatan di daerah terpencil dapat dilakukan dengan memberdayakan berbagai jenis tenaga kesehatan. Ketidakseimbangan distribusi tenaga kesehatan salah satunya disebabkan oleh ketidakseimbangan geografi, misalnya daerah perkotaan dan Khasiat minyak kayu putih dalam pengobatan ISPA Pulau Buru sebagai penghasil kayu putih menyediakan daun yang bisa diolah sepanjang tahun. Setiap orang bebas mengambil daun kayu putih di areal lahan milik fam atau keluarganya. Dalam satu kelompok pemukiman dusun minimal ada dua lokasi ketel atau tempat penyulingan minyak kayu putih yang dikerjakan oleh 5-10 keluarga per lokasi. Lokasi ketel berpindah mengikuti areal pohon kayu putih yang memiliki daun lebat. Kerja urut daun untuk satu lokasi ketel biasanya membutuhkan waktu selama dua bulan. Hal ini karena masing-masing keluarga saling membantu. Proses penyulingan dimulai setelah air dalam ketel mendidih, selanjutnya daun kayu putih dimasukkan ke ketel hingga penuh dan dipadatkan, kemudian ketel ditutup dengan rapat. Setelah sekitar 2-3 jam maka uap air mengalir melalui cerobong di penutup ketel menuju ke pendingin, cairan yang berisi campuran minyak kayu putih dan air akan menetes ke jerigen. Penyulingan memakan waktu kurang lebih 12 jam. Selama proses penyulingan, air di dalam ketel diganti sebanyak dua kali. Setelah selesai penyulingan, selanjutnya hasil dipisahkan antara minyak kayu putih dan air. Dalam satu kali menyuling, minyak kayu putih yang dihasilkan sebanyak 5 liter. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat penyuling minyak kayu putih yang membuat ketel-ketel dan tinggal sementara di sekitar lokasi penyulingan, telah diketahui bahwa mereka merasa sehat, nafas lega dan gejala batuk pilek hilang ketika berada di ketel-ketel penyulingan karena menghirup aroma minyak kayu putih. âSelama berada di ketel melakukan urut daun, saya dan sa pu kaluarga marasa badan sehat..tidak jadi kami batuk karena badan hangatâ [Ibu A] Minyak kayu putih diproduksi dari daun tumbuhan Melaleuca leucadendra dengan kandungan terbesarnya adalah eucalyptol cineole. Hasil penelitian tentang khasiat cineole menjelaskan bahwa cineole memberikan efek mukolitik mengencerkan dahak, bronchodilating melegakan pernafasan, anti inflamasi dan menurunkan rata-rata eksaserbasi kasus paru obstruktif kronis dengan baik seperti pada kasus pasien dengan asma dan rhinosinusitis. Selain itu efek penggunaan eucalyptus untuk terapi bronkhitis akut terukur dengan baik setelah penggunaan terapi selama empat Nadjib dkk 2014 dalam penelitiannya menyebutkan terdapat bukti yang menunjukkan bahwa uap minyak esensial dari Eucalyptus globulus efektif sebagai antibakteri dan layak dipertimbangkan penggunaannya dalam pengobatan atau pencegahan pasien dengan infeksi saluran pernapasan di rumah Alfarenga dkk 2014 menyatakan bahwa upaya untuk menghambat penyebaran kuman tuberculosis TB dengan metode terapi inhalasi pada pasien menggunakan ekstrak minyak Eucalyptus citriodora. Hasil yang diperoleh adalah Eucalyptus citriodora terbukti meng-hambat penyebaran TB Paru lebih dari 90%.23 Menurut Dornish dkk dalam Zulnely, Gusmailina dan Kusmiati 2015 menyebutkan bahwa minyak atsiri eucalyptus dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal diantaranya untuk mengurangi sesak nafas karena flu atau asma dengan cara mengoleskan pada dada, mengobati sinus dengan cara menghirup uap air hangat yang telah diteteskan minyak eucalyptus serta melegakan hidung tersumbat dengan cara menghirup aroma minyak Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;72120-126 125 Penggunaan minyak atsiri, salah satunya eucalyptus dengan metode inhalasi juga dilakukan dalam sebuah uji klinik dengan metode randomized double-blind, placebo-controlled pada obat semprot spray menggunakan lima minyak atsiri Eucalyptus citriodora, Eucalyptus globulus, Mentha piperita, Origanum syriacum, and Rosmarinus officinalis dilakukan pada pasien dengan masalah infeksi saluran pernafasan atas di enam klinik di Israel. Aromatic spray atau placebo digunakan sebanyak lima kali sehari selama tiga hari dengan dosis empat semprotan setiap kalinya yang diarahkan pada bagian belakang tenggorokan. Evaluasi terhadap gejala menunjukkan bahwa aromatic spray lebih efektif mengurangi gejala dibandingkan dengan KESIMPULAN Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS masyarakat yang rendah menjadi pemicu masih tingginya kasus ISPA terutama pada anak-anak. Hasil alam pulau Buru dari olahan daun Melaleuca leucadendra Linn berupa minyak kayu putih dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan tingginya kasus ISPA di Pulau Buru dengan metode inhalasi. SARAN Upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat diperlukan untuk penggunaan minyak kayu putih sebagai upaya alternatif pencegahan ISPA. Selain itu, pengem-bangan penelitian terkait pembuktian khasiat dan penggunaan minyak kayu putih perlu untuk terus dilakukan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Kepala Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan serta seluruh Peneliti Riset Etnografi Pulau Buru yang telah berkenan memberi masukan dan arahan dalam penulisan artikel. DAFTAR RUJUKAN 1. Kementerian Kesehatan. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta Kementerian Kesehatan; 2012. 2. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Jenewa WHO; 2007. 3. Kementerian Kesehatan. Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Maluku 2013. Jakarta Kementerian Kesehatan; 2013. 4. Dinas Kesehatan Kab. Buru. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Tahun 2012. Buru. 2013. 5. Puskesmas Waelo. Profil Puskesmas Waelo Tahun 2013. Waelo. 2013. 6. Kabupaten Buru. Karakteristik Wilayah [Internet]. [disitasi 2016 Jun 2]. Diperoleh dari 7. Cermelli C, Fabio A, Fabio G, Quaglio P. Effect of eucalyptus essential oil on respiratory bacteria and viruses. Current Microbiology. 2008;56189â92 8. Sadlon AE, Lamson DW. Immune-modifying and antimicrobial effects of eucalyptus oil and simple inhalation devices. Alternative Medicine Review. 2010;15133â47. 9. Sucipto T, Julianus Limbeng. Studi tentang religi masyarakat Baduy di desa Kanekes provinsi Banten. Jakarta Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; 2007. P. 8-9. 10. Song MR, Kim EK. Effects of eucalyptus aroma therapy on the allergic rhinitis of university students. Journal of Korean Biological Nursing Science. 2014;164300â8. 11. Supraptini, Hananto M, Hapsari D. Indoor pollution factors which have relationship with ISPA on balita in Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2010;921238â47. 12. Nasution K, M. Azharry Rully Sjahrullah KEB, Wibisana KA, Yassien MR, Ishak LM, Pratiwi L, et al. Infeksi saluran napas akut pada balita di daerah urban Jakarta. Sari Pediatri. 2009;114223â8. 13. Winarni, Alummah B, Salim SAN. Hubungan antara perilaku merokok orang Pemanfaatan Minyak Kayu Putih...Zulfa Auliyati, dkk 126 tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas Sempor II kabupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 2010;6116â21. 14. Elyana M, Candra A. Hubungan frekuensi ISPA dengan status gizi balita. journal of nutrition and health. 2013;111â12. 15. Syahidi, Muhammad Habibi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi saluran pernafasan akut ISPA pada anak berumur 12-59 bulan di puskesmas kelurahan Tebet Barat, kecamatan Tebet, Jakarta Selatan Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 2016;1122â28. 16. Israfil, Arief YS, Ilya Krisnana. Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita berdasarkan pendekatan teori florence nightingale di wilayah kerja puskesmas Alak Kota Kupang NTT. Indonesian Journalof Community Health Nursing. 2014;22266â76. 17. BPS Kabupaten Buru. Buru dalam angka tahun 2015. Buru BPS Kabupaten Buru; 2015. 18. Maryani H, Suharmiati. Pelayanan kesehatan di daerah terpencil kepulauan studi kasus di pulau sapudi kabupaten Sumenep, tahun 2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Juli 2013;16237â47. 19. Ariningrum R, Soekoco NEW. Studi kualitatif pelayanan kesehatan untuk kelompok adat terpencil KAT di kabupaten Kepulauan Mentawai. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Juli 2012;15250â8. 20. Kurniati A, Efendi F. Kajian sumber daya manusia kesehatan di Indonesia. Dalam Kajian SDM Kesehatan di Indonesia. Jakarta Penerbit Salemba Medika; 2012. p. 43â57. 21. Fischer J, Dethlefsen U. Efficacy of cineole in patients suffering from acute bronchitis a placebo-controlled double-blind trial. Cough Journal. 2013;9125. 22. Nadjib BM, Amine FM, Abdelkrim K, Fairouz S, Maamar M. Liquid and vapour phase antibacterial activity of eucalyptus globulus essential oil susceptibility of selected respiratory tract pathogens. American Journal of Infectious Disease. 2014;103105â17. 23. Ramos Alvarenga RF, Wan B, Inui T, Franzblau SG, Pauli GF, Jaki BU. Airborne antituberculosis activity of Eucalyptus citriodora essential oil. Journal of National Products. 2014;773603â10. 24. Zulnely Z, Gusmalina, Kusmiati E. Prospek Eucaliptus citriodora sebagai minyak atsiri potensial. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 2015;1120â6. Universitas Sebelas Maret. 25. Julia B, Jane Buckle, editors. Respiratory care. Clinical aromatherapy Third Edition. London Churchill Livingstone; 353â72. ... Minyak eukaliptus eucalyptus oil atau lebih dikenal dengan minyak kayu putih merupakan salah satu jenis dari minyak atsiri yang mudah menguap dan dihasilkan dari tanaman melalui penyulingan daun. Minyak ini digunakan sejak jaman dulu sebagai antiseptik, obat sakit perut, obat flu atau digunakan untuk pijatan urut ringan dan sebagainya [18]. ...... Minyak kayu putih diproduksi dari daun tumbuhan Melaleuca leucadendra dengan kandungan terbesarnya adalah eucalyptol cineole. Hasil penelitian tentang khasiat cineole menjelaskan bahwa cineole memberikan efek mukolitik mengencerkan dahak, bronchodilating melegakan pernafasan, anti inflamasi dan menurunkan rata-rata eksaserbasi kasus paru obstruktif kronis dengan baik seperti pada kasus pasien dengan asma dan rhinosinusitis [18]. ...... Minyak atsiri dari Eucalyptus sp. dengan komponen utama 1,8cineole secara empiris telah lama digunakan untuk mengobati infeksi dan gangguan pada saluran pernafasan, serta inhalasi dari derivat Eucalyptus digunakan untuk mengobati faringitis, bronkitis, sinusitis, asma dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease [18]. ...Maftuchah MaftuchahPriskila Iris ChristineM JamaluddinCommon cold is a mild viral infection of the upper respiratory tract, nose, and throat. Common cold suffered by each toddler in Indonesia is predicted to occur three to six times a year, which means that a toddler may experience three to six times of coughs and colds every year. Common cold is also a symptom of Covid-19 whose early treatments used symptomatic and non-pharmacological therapy including tea tree oil and eucalyptus oil aromatherapy. Related to this, this paper reveals the effectiveness of tea tree oil and eucalyptus oil aromatherapy for the healing period of 1 to 2-year-old toddlers in T W Independent Midwifery Practice IMP. This paper employs quasy experiment design with non-equivalent control group model. Sample includes 14 toddlers with the age of 1 to 2-year-old. Seven of them were given tea tree oil, while the rest were given eucalyptus oil aromatherapy with accidental sampling technique. Aromatherapy was given once a day for seven days. Findings showed that the healing period of the control and intervention group was four to five days and according to the Mann Whitney trial, p-value of 0,530 0,05 was obtained. In conclusion, there is no difference between the healing period of common cold using tea tree oil and eucalyptus oil aromatherapy for 1 to 2-year-old toddlers in T W Independent Midwifery Practice IMP. Tea tree oil and eucalyptus oil aromatherapy can be used to accelerate the healing period of common cold suffered by toddlers.... Finally, EO is separated from the water. [21]. ...AbstractAromatherapy helps COVID-19 patients to prevent, increase immunity, and relieve symptoms of COVID-19 so that it can be used as adjuvant COVID-19 therapy. This study aims to determine the level of public knowledge about aromatherapy that can be used as a complementary therapy for COVID-19 and refute the myth that aromatherapy functions as the primary therapy for COVID-19. This research design is descriptive-analytic, which is carried out in three stages, namely pre-test, presentation of material, and post-test. The pre-test was given together before the presentation of the material. The first material introduces aromatherapy, its benefits and refutes the myth circulating in the community, namely aromatherapy as the primary therapy for COVID-19. The last stage is to give a post-test after delivering the material. The participants for this service are 52 people, carried out online through the zoom application. This activity demonstrated an increase in participants' knowledge about the use of aromatherapy as a complement to COVID-19 Aromatherapy, Covid-19, complementary therapy... The essential oil from cajeputi Melaleuca leucadendra L. leaf has been considerably utilized in health and personal care products such as herbal remedies for combating certain diseases, cosmetics, and pharmacological applications Abu Bakar et al., 2012;Ali et al., 2015;Agustina and Suharmiati, 2017. Several investigations have revealed that the oil has antibacterial, antifungal, antioxidant activities, physiological and relieving effects Farag et al., 2004;Pujiarti et al., 2012. ...The essential oil from Melaleuca leucadendra L. leaves has been widely used as a perfume and traditional remedy, cosmetics and pharmaceutical products ingredient since many years ago. The common technology to recover the oil is hydro-distillation and steam-distillation. However, all oil can not be fully extracted from the leaves by this method due to the recalcitrant structure of leaves that hindrance the access of the solvent. Adding a submerged fermentation as a pre-treatment step prior to the extraction process helped to loosen the lignocellulose structure and enhance oil release in the extraction process. In this study, the raw materials were collected from the natural forest in Buru Island, Maluku, Indonesia. The biological agents applied in these processes were Phanerochaete chrysosporium ITBCC136 and Trichoderma viride ITBCC143. The oil extraction process was conducted by method of steam-distillation, the oil was analysed using gas chromatography-mass spectroscopy GC-MS, and the lignocellulose content in the biomass was measured by the fractionation method. The treatment using provided the highest increase in yield percentage up to as compared with control of with the lowest percentages of the remained cellulose, while the fermentation with the presence of did not affect the oil yield even the lignin content was decrease as much as 21%. The percentages of 1,8-cineole in the oil were almost unchanged, which was about 20% of the M WajabulaMerlin M. MaelissaHalidah RahawarinStress refers to events that can affect a person's physical and psychological condition, including in the process of spermatogenesis. Eucalyptus oil has an antidepressant effect which acts to prevent the stress from continuing. This study aims to determine how the administration of eucalyptus oil inhalation on the number of spermatid cells in male mice Mus musculus exposed to acute stress. This research is a true experimental study with a posttest only control group design approach. A total of 28 adult male mice selected by simple random sampling were grouped into four groups, namely the normal control group no treatment; negative control group given exposure to acute stress; positive control group administered mL alprazolam and exposure to acute stress; treatment group given mL of eucalyptus oil and exposure to acute stress. Stress treatment was carried out for six minutes per day in 14 days. The results of the study using the oneway ANOVA statistical test showed that there was a difference between each experimental group p90%, while the major E. citriodora EO component, 2, was only weakly active, at 18% inhibition. Claudio CermelliAnna FabioGiuliana FabioPaola QuaglioThe activity of Eucalyptus globulus essential oil was determined for 120 isolates of Streptococcus pyogenes, 20 isolates of S. pneumoniae, 40 isolates of S. agalactiae, 20 isolates of Staphylococcus aureus, 40 isolates of Haemophilus influenzae, 30 isolates of H. parainfluenzae, 10 isolates of Klebsiella pneumoniae, 10 isolates of Stenotrophomonas maltophilia and two viruses, a strain of adenovirus and a strain of mumps virus, all obtained from clinical specimens of patients with respiratory tract infections. The cytotoxicity was evaluated on VERO cells by the MTT test. The antibacterial activity was evaluated by the Kirby Bauer paper method, minimum inhibitory concentration, and minimum bactericidal concentration. H. influenzae, parainfluenzae, and S. maltophilia were the most susceptible, followed by S. pneumoniae. The antiviral activity, assessed by means of virus yield experiments titered by the end-point dilution method for adenovirus, and by plaque reduction assay for mumps virus, disclosed only a mild activity on mumps anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas Sempor II kabupaten Kebumen Tahundan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas Sempor II kabupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 2010;6116â frekuensi ISPA dengan status gizi balita. journal of nutrition and healthM ElyanaElyana M, Candra A. Hubungan frekuensi ISPA dengan status gizi balita. journal of nutrition and health. 2013;111-12. . 433 380 165 125 204 403 295 260